Buka.aurainsani.com - Alergi ternyata bisa muncul dalam bentuk gangguan penyakit, tak sekedar gatal-gatal dan bengkak. Jadi mengobati alergi tak hanya membebaskan penderitaa dari berbagai pantangan, tapi tak jarang juga menyembuhkan penyakit.
SEORANG gadis kecil berusia 9 tahun, suatu saat mengalami nyeri lutut yang akut, sehingga tidak lagi bisa berjalan dan harus menggunakan kursi roda. Dokter anak dan ahli bedah tulang yang memeriksanya menyatakan bahwa ia menderita rheumatoid arthritis. Namun hasil tes laboratoriumnya menunjukkan naiknya kadar sedimentasi darah dan leukosit, sementara faktor rematiknya negatif. Dokter telah meresepkan obat rematik Ibuprofen, tapi anak itu tetap tidak sembuh.
Namun ketika dilakukan pemeriksaan menggunakan terapi bioresonansi, hasilnya ternyata alergi susu sapi. Setelah selama 4 minggu berpantang mengkonsumsi susu sapi dan menjalani terapi bioresonansi selama dua kali seminggu, gadis kecil itu tidak lagi membutuhkan kursi roda. Hanya dalam waktu 3 minggu gadis itu sudah bebas sepenuhnya dari penyakit. Gadis cilik itu masih boleh minum susu sapi meski dibatasi.
Alergi selama ini selalu kita anggap sebagai gangguan biasa, lama sekali bukan penyakit, apalagi penyakit serius. Kenyataannya tidak demikian. Reaksi alergi sama sekali tidak bisa kita anggap remeh. Hal itu dijelaskan oleh Jean Carper - seorang wartawan yang juga penulis buku kesehatan dan nutrisi yang dihormati oleh para ahli karena akurasinya dan ketajaman penanya - dalam bukunya Food Your Miracle Medicine. Menurut Jean Carper, ada banyak gejala penyakit yang pemicunya adalah penolakan tubuh pada makanan tertentu beberapa diantaranya adalah sakit kepala, gatal dengan bintik- bintik merah dan bengkak, suasana hati yang tidak nyaman, asma, eksem, irritable bowel syndrome (sindrom gangguan usus besar), ulcerative colitus (luka pada dinding usus besar), chronic fatique syndrome (rasa lelah terus menerus), depresi, hingga rhematoid arthritis.
Memang setiap benda yang masuk ke dalam tubuh akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh, baik itu berupa makanan, minuman, debu, obat, hingga bahan kimia. Sistem kekebalan tubuhlah yang setiap saat bertugas menghadapi dan mengidentifikasi setiap benda asing yang masuk. Jika yang masuk adalah benda yang dianggap aman, maka tidak akan terjadi sesuatu. Tapi jika benda yang masuk adalah yang dianggap berbahaya bagi tubuh, maka akan bereaksi dengan menolaknya.
Sayangnya, sistem kekebalan tubuh sering bereaksi berlebihan dalam upaya mengeluarkan benda asing yang masuk tersebut. Reaksi alergi yang dimunculkan bisa saja berupa keluarnya lendir, gatal-gatal, atau batuk. Terkadang reaksinya bisa begitu parah sehingga mampu menghentikan detak jantung, begitu menurut Jean Carper.
Alergi Bisa Dihilangkan
Sebenarnya, jenis-jenis terapi yang bisa menyembuhkan alergi seperti halnya terapi bioresonansi ini sudah lama ada. Namun di Indonesia, hal itu belum dikenal secara luas. Umumnya jika kita pergi berobat ke dokter karena gatal-gatal atau bengkak akibat alergi, biasanya dokter akan memberikan obat anti-histamin untuk meredakan gejala alergi tersebut. Lalu selanjutnya akan dianjurkan menghindari hal-hal yang mungkin menjadi pemicu terjadinya reaksi alergi itu, seperti makanan, tanaman, atau hewan tertentu.
Keharusan berpantang itulah yang umumnya dirasakan berat oleh penderita, terutama pantang makanan. Apalagi jika kebetulan pemicu alergi itu justru makanan yang sangat disukai, atau bumbu, seperti terasi, kecap, MSG, yang umum digunakan dalam berbagai masakan sehingga sulit untuk dihindari. Terlalu lama berpantang berbagai bahan pangan yang penting bagi tubuh juga bisa menyebabkan kekurangan gizi. Karena itu, meskipun tidak pernah dianggap sebagai penyakit kronis yang berbahaya, alergi tetap merupakan suatu penderitaan bagi mereka yang mengalaminya.
Terapi bioresonansi ini ternyata juga bisa berfungsi mengatasi alergi tanpa menggunakan obat atau suntikan, tapi dengan menggunakan mesin. Bagaimana cara kerjanya?
BICOM, menyembuhkan alergi dengan teknologi
Alat yang digunakan dalam terapi bioresonansi disebut BICOM (Bio Communication). Alat ini ditemukan oleh Hans Brugemann dari Jerman sekitar tahun 1976, dan dipopulerkan oleh Dr Peter Schumacher sebagai teknik yang ampuh untuk menyembuhkan alergi, pada tahun 1991.
Cara menggunakannya cukup sederhana. Pada proses deteksi dan penyembuhan alergi, pasien duduk di kursi atau berbaring di dekat BICOM. Dari alat tersebut menjulur kabel yang dihubungkan ke elektroda berupa bola yang dipegang pasien. Dan di bantalan tempat duduk atau pembaringan pasien, terdapat kabel lain yang terhubung ke mesin tersebut.
BICOM bekerja dengan menangkap gelombang energi tubuh, menghasilkan pola gelombang energi yang menyembuhkan. Setelah terapis memasukkan program penyembuhan yang akan dilakukan dan menekan tombol start, maka proses penyembuhan pun berjalan. Setelah selesai, mesin akan mati dengan sendirinya.
BICOM juga bisa digunakan untuk melakukan diagnosa. Ada sesi tes elektroakupunktur untuk mengukur secara fisik kondisi energi pada pusat energi (meridian) dan ditampilkan gambarnya. Dengan begitu, kesimpulan dapat diambil berdasarkan fungsi organ yang terganggu. Dari situ, terapis dengan cepat dapat menemukan pemicu alergi pasien.
Pada akhirnya, BICOM ternyata tidak hanya bisa membantu mengatasi alergi, tapi juga penyakit-penyakit kronis. Menurut situs www.bioresonance.net.au, di Polandia alat ini membantu para perokok berhenti merokok dan ratio sukses 70 persen. Sedangkan di China, alat ini digunakan di rumah sakit anak untuk terapi eksem dan asma. Bagaimana mekanisme penyembuhan dengan BICOM?
Menggunakan dasar teori fisika kuantum
"Umumnya pengobatan medis menggunakan pendekatan ilmu biologi. Sedangkan terapi bioresonansi adalah pengobatan yang menggunakan pendekatan ilmu fisika gelombang/kuantum, yaitu ilmu fisika yang berdasarkan pada teori Einstein," demikian menurut Dr Setiyawan Jasadireja, seorang dokter yang mempraktikkan terapi ini di kliniknya di daerah Tebet, Jakarta Selatan. Resonansi (getaran) adalah satu fenomena dalam fisika. Nah, resonansi inilah yang dipakai untuk mendeteksi dan mengobati alergi.
Secara singkat, teori dalam fisika kuantum yang mendasari terapi ini adalah bahwa sebenarnya setiap sel dalam tubuh kita selalu berkomunikasi satu sama lain pada frekuensi tertentu. Jika komunikasi tersebut berjalan harmonis, berarti orang itu berada dalam kondisi sehat. Tapi jika masuk toksin atau benda tertentu yang bisa menyebabkan alergi, maka pola frekuensinya akan terganggu dan menyebabkan terganggunya fungsi organ tubuh.
Dengan menggunakan BICOM, pola frekuensi yang menyebabkan penyakit tersebut dapat diubah menjadi pola frekuensi yang efektif dalam penyembuhan penyakit. Dengan demikian, yang terjadi adalah mengaktifkan dan memperkuat mekanisme penyembuhan diri sendiri dalam tubuh sehingga terjadi penyembuhan.
Klinik alergi, kini tak hanya ada di Jakarta
Dokter Setiyawan tertarik mempelajari terapi ini setelah membuktikan sendiri bahwa terapi ini memang bisa mengobati alergi."Sejak kecil saya mengalami alergi yang sedemikian hebat, sehingga menuju ke asma," tuturnya."Saya sempat 3-4 kali merasa tercekik sehabis makan seafood, sehingga ketika tidur di malam hari, napas saya berbunyi seperti orang asma. Ini membuat istri saya terganggu sehingga meminta saya tidur di kamar terpisah."
"Lalu suatu saat saya mendapat informasi bahwa ada dokter yang bisa mengobati alergi, yaitu DR Dr Aris Wibudi, Sp PD. Saya lalu datang ke tempatnya praktik bersama serombongan dokter lain untuk mendapat penjelasan cara dia bisa mengobati alergi dan minta diterapi untuk membuktikannya. Ternyata berdasarkan pemeriksaan dokter yang sudah melakukan terapi alergi sejak tahun 1996 itu, ditemukan 40 macam hal yang membuat saya alergi. Saya lalu minta alergi saya disembuhkan," lanjutnya.
"Setelah diterapi dengan BICOM, bersin-bersin saya hilang. Pada malam hari, tidak ada lagi suara-suara napas yang membuat istri saya terganggu. Saya lalu minta kepada dokter Aris untuk mengajari saya melakukan terapi alergi, yang ditanggapi dengan senang hati oleh dokter Aris. Lalu, karena ingin menolong penderita alergi yang lain, dengan cepat saya juga mengambil keputusan untuk membeli alatnya dan menjalani kursus cara mengoperasikannya di Jerman. Dan kini, saya tidak hanya bisa membantu penderita alergi, tapi juga anak-anak yang menderita autis," sambungnya.
"Klinik yang melakukan terapi alergi seperti ini tidak hanya ada di Tebet atau Kebayoran Baru, Jakarta, tapi juga sudah ada di Binjai, Semarang, Bandung, dan Bekasi," kata dokter Setiyawan lagi. "Pada umumnya, dokter-dokteryang mau membuka klinik terapi bioresonansi ini adalah mereka yang pernah menjadi penderita alergi seperti saya, atau yang keluarganya pernah menderita alergi. Dengan membuka klinik seperti ini, mereka berharap bisa menolong penderita alergi yang lain," sambungnya.
jadi bila Anda salah seorang penderita alergi, Anda patut berlega hati. Karena dengan terapi ini, Anda bisa selamanya bebas dari alergi.
Sumber: Majalah Nirmala